Minggu, 10 Februari 2013

ANALISIS JURNAL GEOMORFOLOGI



BAB I

ANALISIS JUDUL

1.      Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform) Untuk Pemetaan Geomorfologi Pada Skala 1:25.000 Dan Aplikasinya Untuk Penataan Ruang

Klasifikasi bentuk muka bumi dalam bentuk peta sangatlah diperlukan dalam pengkajian fenomena yang ada di bumi. Fenomena-fenomena yang terjadi begitu banyak. Untuk itu, perlu adanya klasifikasi. Dengan adanya klasifikasi bentuk muka bumi, manusia akan  lebih mudah dalam mengkaji suatu fenomena atau gejala yang terjadi di bumi. Apalagi dalam penataan ruang, klasifikasi bentuk muka bumi, sangat berperan dalam membantu pekerjaan. Misalnya: Menentukan titik tertinggi suatu daerah, tanpa observasi kelapangan. Dan juga tidak memerlukan waktu yang lama dalam mencari data. 
Judul jurnal di atas  sudah menggambarkan isi yang ingin disampaikan. Penulis mampu mengakomodasi fenomena yang satu dengan yang lain secara rinci. Istilah lain seperti landform akan bermanfaat bagi pembaca yang belum mengerti. Dengan kata lain, pembaca tidak akan binggung dalam memahami judul jurnal tersebut.
Judul di atas sudah memenuhi kreteria judul. Singkat, menggambarkan keseluruhan isi dan mampu mempengarui pembaca. Jurnal ini  akan bermanfaat pada Pembaca. Pembaca akan  mendapatkan info yang lebih detai dan logis dari judul di atas. Dengan demikian judul di atas sudah bisa dikatakan baik. 

BAB II
ANALISIS PENDAHULUAN
            Pada pendahuluan, yang melatarbelakangi penulisan jurnal ini sudah sesuai dengan isi dalam pembahasan. Penulis sudah menerangkan bagaimana pentingnya peta geomorfologi bagi mahasiswa khususnya. Dalam jurnal ini, penulis mengunakan penjelasan umum-khusus. Dengan begitu pembaca mudah menerima apa yang ingin disampaikan penulis.
            Penulis juga mampu memunculkan  masalah-masalah yang detail. Seperti, Peta geomorfologi masih belum dianggap penting dalam bidang geologi secara umum, khususnya di kalangan perguruan tinggi – tidak mengacu pada satu sistem manapun (Bandono dan Brahmantyo, 1992), di kalangan mahasiswa geologi masih banyak kesulitan penggunaan satuan-satuan geomorfologi dari klasifikasi yang ada baik dari ITC (van Zuidam, 1985), yang terjadi dan menerangkan secara detail, dan tidak jelasnya kontrol geologis pada pembentukan morfologi, karena beberapa penamaan menggunakan kriteria persen lereng. Dengan memunculkan masalah sebanyak mungkin maka pendahuluan akan lebih baik.
             Penawaran gagasan untuk mengatasi masalah tersebut juga dimunculkan untuk mengarah kepada isi dalam pembahasan. Gagasan solusi itu adalah, penyusunan suatu acuan klasifikasi dan pembagian nama satuan geomorfologi secara genetis berdasarkan pada proses-proses geologis (endogen-eksogen) yang pada prinsipnya mengadopsi gabungan antara sistem ITC (dalam hal penamaan satuan) dan Lobeck (dalam hal prinsip dasar penamaan dan klasifikasi). Dengan demikian pada pendahuluan ini sudah bias dikatakan bugus.
            Pendahuluan ini sudah sesuai dengan isi, dalam gagasan yang dicetuskan penulis, disebutkan bahwa perlu diadakanya pengklasifikasian dan pembagian nama satuan geomorfologi secara genetis berdasarkan pada proses geologisnya. Dan pada pembahasan sudah ada klasifikasi dan pembagian nama satuan geomorfologi.
            Namun pada pembahasan ITC kurang diperhatikan, penulis tidak lagi menjelaskan apa manfaat, peran, dan dampak bagi geomorfologi yang lebih detail.


BAB III
ANALISIS ISI
Isi merupakan jawaban dari masalah-masalah yang ada di pendahuluan, antara judul, pendahuluan dan isi harus relevan, jika tidak relevan maka karya tulis tidak bisa dikatakan bagus. Pada jurnal ini yang berjudul Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform) Untuk Pemetaan Geomorfologi Pada Skala 1:25.000 Dan Aplikasinya Untuk Penataan Ruang. Sudah menggambarkan apa yang ada pada pendahuluan dan isi.
Dalam isi, penulis menjelaskan prinsip (pokok) pengunaan klasifikasi bentuk muka Bumi (BMB)   terlebih dahulu. Dengan menjelaskan prinsip terlebih dahulu pembaca akan semakin faham dengan isi yang ingin disampaikan. Prinsip tersebut sudah mengambarkan judul yakni ¨ Klasifikasi Bentuk Muka Bumi¨ tingkat relevan sudah diketahui pada judul dan isi dari kata-kata di atas.
Isi juga sudah relevan dengan pendahuluan. Seperti dalam pendahuluan dikatakan, Peta geomorfologi masih belum dianggap penting dalam bidang geologi secara umum, khususnya di kalangan perguruan tinggi – tidak mengacu pada satu sistem manapun (Bandono dan Brahmantyo, 1992)  dan pada isi dijelaskan beberapa acuan dari beberapa madzhab. Seperti, Dalam geomorfologi, banyak peneliti mengacu pada mahzab Amerika yang mengikuti prinsip-prinsip Davisian tentang “siklus geomorfologi”. Prinsip ini kemudian dijabarkan oleh Lobeck (1939) dengan suatu klasifikasi bentang alam dan bentuk muka bumi yang dikontrol oleh tiga parameter utama, yaitu struktur (struktur geologi; proses geologi endogen yang bersifat konstruksional / membangun), proses (proses proses eksogen yang bersifat destruksional / merusak atau denudasional), dan tahapan (yang kadangkala ditafsirkan sebagai “umur” tetapi sebenarnya adalah respon batuan terhadap proses eksogen; semakin tinggi responnya, semakin dewasa tahapannya).
            Dalam isi juga digambarkan berbagai klasifikasi, penulis memberikan contoh penataan ruang seperti penataan ruang Jawa Barat berdasarkan UU, dengan adanya contoh penataan ruang bentuk muka bumi, maka karya ini semakin baik karena dapat memberi suatu gambaran dengan berbagai bentuk dan skala. Mulai dari Skala 1 : 1.000.000 (Nasional), 1 : 250.000 (Propinsi), 1 : 100.000 / 1 : 50.000 (Kabupaten), 1 : 25.000 (Kota/Kabupaten), 1 : 10.000 / 1 : 5000 (Kawasan Detail).
            Selanjutnya penulis mengklasifikasikan bentuk muka bumi secara detail, namun tidak semua bentuk muka bumi yang khas dapat digambarkan karena terlalu sulit dalam pengambaran. Penulis juga bersifat jujur dalam kelemahan karya tulisnya sepertitidak dapat mengakomodasi bentuk-bentuk muka bumi tertentu yang sangat khas dan sulit untuk dimasukkan ke dalam salah satu dari kotak penamaan di atas. Namun demikian, Klasifikasi BMB sudah sedemikian rupa mengadopsi berbagai bentuk muka bumi baik dari hasil pengamatan geomorfologi”. dalam pengklasifikasian bentuk muka bumi, penulis memahami bagaimana bentuk-bentuk muka bumi yang akan digambarkan akan mudah dibaca semua pembaca. Dengan demikian penulis berusaha mengklasifikasikan dengan sebaik mungkin, mulai dari 1. Pegunungan Lipatan, 2. Pegunungan Plateau/Lapisan Datar, 3. Pegunungan Sesar, 4. Pegunungan Gunungapi, 5. Pegunungan Karst, 6. Dataran Sungai dan Danau, 7. Dataran Pantai, Delta dan Laut, 8. Gurun, 9. Glasial. Dengan demikian akan tercipta suatu pemetaan yang lebih spesifik dan akan bermanfaat bagi pemabaca. Pembaca lebih mudah mencari bentuk lahan apa yang dibutuhkan.
           
            Bentuk lahan yang begitu kompleks akan menambah wawasan pembaca dan akan lebih mudah karena penulis mampu mengambarkan satu persatu bentuk lahan yang ada dalam bentuk tertentu. Misalnya: bentuk lahan karst, disitu disebutkan bahwa ada bermacam-macam bentuk:
1. Perbukitan/Plateau Karst
2. Bukit/Perbukitan/Kubah/Kerucut Karst (Konikal, Sinoid, Pepino)
3. Bukit/Perbukitan Menara Karst (Mogote)
4. Lembah Dolina
5. Lembah Uvala
6. Lembah Polje
7. Lembah Kering
8. Dataran Karst
            Bentuk-bentuk ini dapat dianalisis secara  mudah dan mendalam , karena dibantu dengan adanya pengklasifikasian  bentuk muka bumi secara detail.  Sehingga peta bentuk muka bumi ini semakin baik digunakan dalam pengkajian dalam penataan ruang, penelitian, dll.

BAB IV
KESIMPULAN
            Dalam kesimpulan jurnal ini terdapat kelemahan yaitu penulis menggabungkan pembahasan dan kesimpulan menjadi satu, sehingga terdapat kebingungan dalam membaca dan memahami. Kesimpulan dalam jurnal ini seharusnya dibedakan untuk memudahkan pemahaman dalam membaca.
            Kesimpilan yang dijadikan satu dalam pembahasan masih belum mencerminkan kesimpulan, kebanyakan masih mengarah pada pembahasan. Untuk itu perlu adanya perbaikan dalam jurnal ini.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
            Daftra pustaka sudah mengacu pada keseluruhan jurnal, namun masih ada kelemahan yaitu: salah satu buku yang digunakan, tahun terbitnya sudah sangat lama sehingga ada perbedaan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Kemudian buku yang digunakan masih kurang karena dengan semakin banyak buku maka akan semakin baik dalam menguatkan isi jurnal ini.





“Sekian terimakasih”

Selasa, 05 Februari 2013

RESUME MANUSIA, ILMU DAN KELANGSUNGAN HIDUP: SUATU RENUNGAN UNTUK KURIKULUM GEOGRAFI



MANUSIA, ILMU DAN KELANGSUNGAN HIDUP:
SUATU RENUNGAN UNTUK KURIKULUM GEOGRAFI
Oleh
Prof. Dr Ir Tb. Bachtiar Rifai
Direktur Jendral Pendidikan
1.      Data Historis Perkembangan Geografi
1)      Perkembangan sebelum abad 20
Menganalisis masa lampau untuk mempersiapkan masa kini guna membangun masa depan yang dapat diterapkan dalam studi geografi dan data sejarah selayang pandang berikut ini kiranya relevan*)
            perkembangan geografi pada masa ini sangat lambat sekali. dalam perkembanganya banyak konsep-konsep tentang tujuan dan metode geografi yang dirumuskan, dan dicoba dirumuskan kembali atau dihapuskan semua. Arus gagasan geografi yang menyebar ke dunia barat bersal dari tulisan-tulisan yunani purba. Geografiawan yunani  pertama thales darl miletus (624-545). Sedangkan orang pertama yang mempergunakan istilah ”geografi” yakni erathosthenes (276-195 sebelum masehi) ahli matematik dan astronomis di iskandariah.  Ilmuan lain, Heroddotus  ( 484-425) memberikan nama benua yang berbatasan dengan laut tengah bagian timur, yaitu: eropa disebelah utara, asia dibagian timur dan afrika disebelah selatan.
            Orang romawi dalam hal geografi lebih mementingkan masalah-masalah praktis. Beberapa hasil karya terkenal yaitu: Strabo (64 sebelum masehi-20 masehi)  terdiri 17 jilid yang menyajikan deskriptif seluruh dunia pada waktu itu.  Calaudius ptolomeus (127-141 atau 151 masehi) mempersatukan ajaran-ajaran geografi yunani dan menggunakan istilah ”geography  untuk studi dunia. Chorografi untuk studi bagian-bagian dunia dan topograffi untuk studi lokalitas-lokalitas secara terperinci. Kemudian sebelum jatuhnya kerajaan romawi membuat suram perkembangan geografi yang disebebkan penafsiran sempit tenntang kitab sucipada awal era nasrani.
Dalam masa ini, banyak tulisan yunani telah diterjemah ke dalam kitab arab.  Ilmuan seperti ibnu haukal (abad ke 10 M), dan ibnu batuta (abad ke-14), serta para cendikiawan muslim telah memberikan kontribusi dalam menambah pengetahuan  dan konsep baru.
abad ke 16  samapai 18 timbuln survival dari studi geografi di barat yang di pelopori oleh petrus, apianus, dan gerakan Mercator, dan permulaan yang sebenarnya dimulai sejak tulisan-tulisan monumental oleh pirillipp cluver (1580-1650) dan bernhardus varenius.  Ilmuan kant (1724-1804) telah memberi dalam geografi dalam hubungan menyeluruh dari “organized, objective knowledge” atau  ”science”. ”The great german master of logical thought”.
Pada bagian kedua dari abad ke 18, ada dua tujuan utama dari studi geografi:
1.      Mempelajari bentuk dan besarnya bumi, oleh aliran ptolomeus dan apianus-mercator
2.      Komplikasi dan diskripsi informatif tentang negara dan wilayah, oleh Strabo-mnster
Kant mengklasifikasikan semua pengetahuan yang diperoleh dari observasi menurut klasifikasi logis.
Diskripsi menurut waktu yakni sejarah. Sedangkan diskripsi menurut tempat yaitu geografi.
            Kant menganggap geografi fisik sebagain dasar berbagai macam geografi lainnya seperti:
-          Geografi moral (adat istiadat dan dan ciri2 kemanuasian), geografi politik, geografi komersial, geografi teologi (penyebaran agama).
Tradisi penulisan deskripsi mengenai tempat-tempat  telah menjadi aliran utama dari karya geografi.  Namun, aliran itu berubah karena dua tokoh besar yaitu baron friendrick heiderich alexander von humbolt dan carl ritter. von humbolt dan carl ritter telah memberi sumbangan pemikiran besar pada studi geografi yaitu:


Sumbengan von humbolt:
1.      Menerapkan pengetahuan tentang proses fisis dan biologis tentang fenomena yang diamati
2.      Memberikan metode untuk mengukur fenomena yang diamati
sumbangan  carl ritter
1.      Pendapat dimunculkan dari observasi ke observasi bukan dari opini ke hipotesa
2.      Pendekatan yang bersifat regional, dan secara asasitelah menjadi out of door subject

2.Perkebangan dalam abad ke 20
pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, timbul aliran yang memandang geografi sebagai “ chorographye science” (choros=tanah, tempat, ruang) yang mencakup studi tatanan wilayah dan diferensiasi arel. (ferdinan von richthofon dan Alfred hettner). Sedangkan Paul vidal de leblache menentang determinisme mengenai hubungan aktifitas insani terhadap lingkungan fisiknya, ia menganggap manusia sebagai aktif agent dan cara untuk maju dalam studi geografi adalah dengan memusatkan perhatiannya terhadap  wilayah-wilayah yang relative kecil, untuk mengkaji diferensiasi areal yang disebabkan proses fisik insani.
            Sejak tahun 1920 metode studi lapangan yang terperinci telah diterapkan dan hasilnya sangat sukses. Hal ini meningkatkan perencanaan tata ruang yang praktis.  Inventarisasi kualitas dan penggunaan tanah merupakan dasar asasi untuk merumuskan land use policy. Studi yang juga sangat penting mengenai ” spatial interchange” gerakan dan komunikasi yang menghubungkan satu wilayah dengan wilayah yang lainnya. Kecenderungannya menerapkan rumus-rumus matematik  untuk menggambarkan volume dan kecepatan gerakan-gerakan dalam hubungan dengan faktor-faktor lokasi dan jarak.
Selama abad 19 dan 20, terdapat penyimpangan. Diantaranya ysng menganut aliran bahwa:
1.      Geografi adalah ilmu tentang hubungan-hubungan
2.      Geografi adalah studi tentang landscape
3.      Geografi adalah geopolitik
Seorang geograf dapat dikatakan professional harus mampu menguasai bidang yang luas, pembidangan menurut ”topical field” dalam geografi diantaranya: population geography, settlement geography, urban geography, political geography, economic geography, physical geography, biogeography, military geography, teaching of geography studi, cartography.
II. MANUSIA, SCIENCE SURVIVAL
1.      Batas-batas pertumbuhan
Pembangunan dan perubahan yang mencakup segi-segi sosial, kultural dan ekonomi yang besifat kualitatis dan kuantitatif. Proses modernisasi mengakibatkan perubahan sosial dan psikologis sesuai dengan keadaan. Politik, ekonomi dan struktur sosial yang baru*)

 
*) lihat a.l
Tb. Bachtiar rifai-peranan perguruan tinggi dalam pembangunan, direktorat jendral pendidikan, mei 1972
Suatu hasil studi di amerika yang berjudul ”the limits to grow”**) yang artinya output pengolahan computer bahwa semua proyeksi pertumbuhan itu akan berakhir dengan keruntuhan. Club of rome mempelajari isu pokok mengenai survival melalui “project on prodicatment of mankind” . project tersebut mempelajari kemiskinan, degradasi lingkungan, hilangnya kepercayaan terhadap lembaga-lembaga., perluasan kota yang tak terkendali, tidak terjaminnya lapangan karya’’terasingnya kaum remaja, penolakan nilai-nilai tradisional, dan kekacauan moneter dan ekonomis. Ciri-ciri problematika dunia yaitu:
-          Masalah terdapat di semua masyrakat yang mengandung unsur-unsur teknis, sosial economis dan politik yang saling berinteraksi.
Clube of rome meminta bantuan suatu project team dari MTT (massacchussets institute of technology) yang meneliti lima faktor dasar yang menentukan batasan  pertumbuhan di bumi ini yaitu: penduduk, produksi pertaniaan, sumber-sumber alam, produksi industry,dan  polusi.
Beribu-ribu hipotesa tentang keseimbangan, namun kesimpulanya tetap suram, yakni ” all growth projections end in collapse”
FEEDBACK LOOPS DARI PENDUDUK, MODAL, PERTANIAN DAN POLUSI
            ………………………………………………………………………………………………………
Sebagai langkah pemecahan masalh tersebut tim ilmuan memberikan saran “ usaha semesta untuk mengakhiri pertumbuhan eksponensiil. Ciri-ciri pertumbuhan eksponensiil yaitu: jumlah pertambahannya besar sekali dalam waktu yang singkat dan tercapainnya sesuatu limit tertentu seolah-olah terjadi dengan mat mendesak.*)  “all out effort” untuk mengakhiri pertumbuhan eksponensiil dengan stabilisasi jumlah penduduk, pertumbuhan industry dihentikan, sumber-sumber harus  re-cycled . dll
2.) science dan survival
Dalam seperempat abad, terakhir perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat. Perkembangan ini menimbulkan dampak negative. Ada enam penyeban dasar dari ancaman buatan manusia terhadap lingkungan alam sekitar:
1.      Api (kebakaran): akibat kebakaran ini menambah karbon dioksida dalam atmosfer, yang membuat bumi kita seperti rumah kaca. Dengan demikian temperature bumi meningkat dan akan mencairkan lapisan es di benua sekitar kutub selatan, akibatnya permukaan semua laut didunia naik.
2.      Mesin internal-combustion: kotoran dari hasil pembakaran bahan-bakarnya mobil akan menambah terjadinya penyakit pernapasan.
3.      Timbal (lead): terdapat kontaminasi timbal di sebagian permukaan bumi yang mencapai taraf beracun.
4.      Fosfat dan nitrat: sampah-sampah pembuangan industry dan pertanian yang banyak menggunakan pupuk telah memberikan fosfat dan nitrat  yang berlebihan, sehingga menjadi racun bagi manusia dan hewan.
5.      Deterjen, insektisida, pestisidaherbisida, dsb
6.      Tebaran radioaktif (radioactive fallout)
Dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan pengaruh negative yang besar terhadap lingkungan, lingkungan penunjang hidup terancam akibat perkembangan tersebut. Untuk itu perlu pengendalian untuk mencega semakin rusaknya lingkungan. Dengan  cara menanamkan nilai-nilai dan sikap kebaikan, pengetahuan, kecerdasan, ketrampilan, komunikasi  dan ekologi yang memperhatikan interelasi antara manusia dan lingkungan, dengan demikian  akan mampu mengendalikan kerusakan lingkungan secara bertahap.
Perkembangan geografi dapat kita pakai sebagai bahan pembanding dan pengukur untuk merumuskan konsep-konsep geografi yang tepat. Melalui pendidikan geografi, peserta didik dibekali dengan nilai-nilai, sikap dan pengetahuan untuk menjadi warga negara Indonesia  yang sejahtra, bahagia, bermanfaat, bertanggung jawab, dan menjadi yang lebih baik. Melalui pengajaran geografi diharapkan peserta didik tidak mudah meniru budaya lain dan tidak bersifat chauvinistis yang sempit. Pengajaran konsep-konsep geografi hendaknya dapat turut membantu menyiapkan anak didik supaya kelak dapat berpartisipasi dalam kehidupan dan perkembangan nusa dan bangsa. Metode aliran studi geografi yang menempuh pendekatan tema-tema sentral kiranya patut dijaga dan dikembangkan.
Pengajaran modern cenderung untuk “mengajar bagaimana untuk belajar” dengan memberikan tekanan kepada kemampuan belajar, memperoleh pengetahuan melalui usah sendiri, dan menilai pengetahuan belajar dari cara ia menyesuaikan dirinya secara cerdas, cerdik dan efisien kepada kondisi dan kebutuhan hidup. Dan ilmu pengetahuan harus mementingkan “us woll trained brain” asas pendidkan seumur hidup, asas pedagogis, dan diterapkan untuk usaha memberikan anak didik kemampuan atau”power to peact intelligently to events*)
Lihat misalnya: education ang development in a rural development (stensilan). Unesco ed/ws/247, paris, 30, july 1971.

Dan dalam rangka memanfaatkan dan memelihara lingkungan sekitar kita ini, maka pokok-poko pemikiran dalam bab ii tentang manusia ilmu pengetahuan kelangsungan hidup kiranya perlu untuk dituangkan dalam materi pengajaran geografi dan orentasi studinya , lebih lebih dalam masa peralihan dari tahap pra industry.